Sylvia Aulia Rahmi

mengharungi samudera kehidupan

Apakah Islam Mengajarkan PACARAN?

Seseorang pernah bertanya pada saya, “Apakah kamu punya pacar?” Pertanyaan yang mambutuhkan dua jawaban. Apabila jawabannya ya, maka akan berlanjut pada pertanyaan berikutnya. “Siapa pacarmu? Dimana ketemunya? …”
Nah kalau jawabannya tidak punya, biasanya akan mendapatkan komentar, “Zaman sekarang tidak punya pacar? Kamu ini aneh banget loh. Kamu ini makhluk apaan sih?…”

Agar tidak menjawab pertanyaan itu karena saya memang tidak tahu jawabannya yang benar, sipenanya diberikan pertanyaan balik. “Apa itu pacar? Pacaran itu apa dan seperti apa?”

Banyak diskusi yang membahas pacaran baik di forum, artikel, perdebatan dan menjadi topik yang tidak membosankan bagi sebagian orang. Maka dapat disimpulkan dari diskusi-diskusi yang ada, pacaran diartikan sebagai hubungan yang dijalani ketika seorang pria dan seorang wanita saling menyukai satu sama lain dan ingin menjajaki kemungkinan untuk melangkah ke hubungan yang lebih serius lagi, atau sebagai status yang me”legal”kan mereka untuk merasa bebas saat terlihat selalu berdua dan saling mengungkapkan ekspresi sayang, atau hubungan yang dijalani sebagai kesempatan untuk mengenal lebih dalam seseorang yang akan menjadi suami atau istri mereka di kemudian hari.

Pacaran memang sekedar istilah. Namun ada yang lebih penting dari sekedar istilah dari pacaran itu sendiri. Apa yang menjadi motivasi dan apa sajakah yang dilakukan dalam fase menjalin hubungan dalam pacaran itu. Muncul pertanyaan untuk anda yang memang pernah mengalami dan menjalani hubungan lewat pacaran. Bagaimana anda menjalaninya? Apa bila anda menemukan ketidakcocokkan dalam menjalin hubungan, apa yang anda lakukan?

Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia. Ini merupakan proses pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Dalam pacaran, ada aktivitas yang disebut dengan kecan. Aktivitas ini berupa kegiatan yang telah direncana, maupun tak terencana. Kencan yang tak terencana disebut dengan kencan buta.

Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya. Dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang ekslusif. Pembedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Berdasarkan tradisi zaman kini, sebuah hubungan dikatakan pacaran jika telah menjalin hubungan cinta-kasih yang ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas seksual atau percumbuan. Bahkan ada yang berpendapat jika tidak ada aktifitas ini maka bukan pacaran namanya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut (lihat halaman 542) adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.

Dari pengertian pacaran ini saya teringat pada tulisan tentang riwayat peradaban seluruh dunia, yang menceritakan riwayat suatu  bangsa kecil di Eropa yang hancur salah satunya disebabkan realitas sosialnya yang rusak. Tulisan yang menarik perhatian saya di sini adalah kebiasaan bangsa ini saat dua insan akan menikah, mempelai laki-laki dan perempuan dipertemukan terlebih dahulu  dan bebas melakukan apapun sesuka mereka termasuk hubungan suami istri. Bila cocok hubungan bisa dilanjutkan, bila tidak cocok tentu cari yang lain. Apakah ini sejarah asal mula tradisi adanya pacaran sebelum nikah yang dipakai oleh kebanyakan generasi sekarang? Adakah Islam sebagai agama rahmatan lil alamin mengajarkan tradisi ini?

Allah menciptakan manusia ada laki-laki dan perempuan. Dengan demikian ada aturan dalam Islam, untuk mengatur hubungan antara antara laki-laki dan perempuan ini. Hubungannya dibagi menjadi dua bagian yaitu hubungan mahram dan hubungan non mahram.

Hubungan mahram adalah hubungan antara laki-laki dengan perempuan dimana perempuan ini haram hukumnya untuk dikawinkan oleh laki-laki tersebut. Seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa 23, yaitu mahram seorang laki-laki (atau perempuan yang tidak boleh dikawin oleh laki-laki) adalah ibu (termasuk nenek), saudara perempuan (baik sekandung ataupun sebapak), bibi (dari bapak ataupun ibu), keponakan (dari saudara sekandung atau sebapak), anak perempuan (baik itu asli ataupun tiri dan termasuk di dalamnya cucu), ibu susu, saudara sesusuan, ibu mertua, dan menantu perempuan.

Hubungan non mahram adalah hubungan antara laki-laki dengan perempuan  dimana perempuan ini bukanlah mahramnya dan boleh untuk dinikahi. Maka yang tidak termasuk mahram adalah sepupu, istri paman, dan semua wanita yang tidak disebutkan dalam ayat di atas.

Aturan untuk hubungan mahram laki-laki bisa berinteraksi langsung dengan perempuan yang menjadi mahramnya, walau hanya berduaan. Semisal anak laki-laki yang bercerita dengan ibunya, bapak dengan putrinya, saudara laki-laki yang menemani adik perempuannya. Perempuan boleh tidak berhijab pada laki-laki yang menjadi mahramnya. Bukan berarti boleh melihat aurat secara keseluruhan loh. Laki-laki boleh menemani perempuan yang menjadi mahramnya dalam berpergian jauh. Dan laki-laki ini boleh menjadi wali untuk perempuan yang menjadi mahramnya tersebut.

Aturan di atas tidak berlaku bagi laki-laki terhadap perempuan yang merupakan non mahramnya. Untuk berinteraksi dengan lawan jenis non mahram ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Karena pelanggaran terhadap batas tersebut akan mendekatkannya pada perbuatan zina dan fitnah. Dalam berinteraksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram perlu adanya hijab dan kewaspadaan terhadap adanya godaan.

Laki-laki dan perempuan non mahramnya dilarang berdua-duaan. Di hadapan laki-laki non mahram, perempuan wajib menutup seluruh auratnya dan berhijab. Dilarang saling memandang dan harus sama-sama menundukkan pandangan. Laki-laki ini tidak boleh menemani perempuan untuk berjalan berpergian, apalagi untuk berpergian jauh. Dan laki-laki ini tidak bisa menjadi wali bagi perempuan yang bukan mahramnya.

Firman Allah SWT yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra: 32).

“Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki: ‘Hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya ….’ Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin perempuan: ‘Hendaknya mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya …’.” (An-Nur: 30–31).

Menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan merasakan kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya yang beraksi. Pandangan dapat dikatakan terpelihara apabila secara tidak sengaja melihat lawan jenis kemudian menahan untuk tidak berusaha melihat mengulangi melihat lagi atau mengamat-amati kecantikannya atau kegantengannya.

Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi, ‘Palingkanlah pandanganmu itu!” (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya,“Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin.” (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).

“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhasrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari).

Rasulullah saw. berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, “Hai Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Al-Hakim meriwayatkan, “Hati-hatilah kamu dari bicara-bicara dengan wanita, sebab tiada seorang laki-laki yang sendirian dengan wanita yang tidak ada mahramnya melainkan ingin berzina padanya.”

Yang terendah adalah zina hati dengan bernikmat-nikmat karena getaran jiwa yang dekat dengannya, zina mata dengan merasakan sedap memandangnya dan lebih jauh terjerumus ke zina badan dengan, saling bersentuhan, berpegangan, berpelukan, berciuman, dan seterusnya hingga terjadilah persetubuhan.

Ath-Thabarani dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman yang artinya, ‘Penglihatan (melihat wanita) itu sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan (meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan iman yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya.”

Ath-Thabarani meriwayatkan, Nabi saw. bersabda yang artinya, “Awaslah kamu dari bersendirian dengan wanita, demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang lelaki yang bersendirian (bersembunyian) dengan wanita malainkan dimasuki oleh setan antara keduanya. Dan  seorang yang berdesakkan dengan babi yang berlumuran lumpur yang basi lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan bahu wanita yang tidak halal baginya.”

Di dalam kitab Dzamm ul Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan dari Abu al-Hasan al- Wa’ifdz bahwa dia berkata, “Ketika Abu Nashr Habib al-Najjar al-Wa’idz wafat di kota Basrah, dia dimimpikan berwajah bundar seperti bulan di malam purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang ada wajahnya. Maka orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya, ‘Wahai Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam berada di wajah Anda?’ Dia menjawab, ‘Pernah pada suatu ketika aku melewati kabilah Bani Abbas. Di sana aku melihat seorang anak amrad dan aku memperhatikannya. Ketika aku telah menghadap Tuhanku, Dia berfirman, ‘Wahai Habib?’ Aku menjawab, ‘Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah.’ Allah berfirman, ‘Lewatlah Kamu di atas neraka.’ Maka, aku melewatinya dan aku ditiup sekali sehingga aku berkata, ‘Aduh (karena sakitnya).’ Maka. Dia memanggilku, ‘Satu kali tiupan adalah untuk sekali pandangan. Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan menambah tiupan (api neraka).”

Hal tersebut sebagai gambaran bahwa hanya melihat amrad (anak muda belia yang kelihatan tampan) saja akan mengalami kesulitan yang sangat dalam di akhirat kelak. “Semalam aku melihat dua orang yang datang kepadaku. Lantas mereka berdua mengajakku keluar. Maka, aku berangkat bersama keduanya. Kemudian keduanya membawaku melihat lubang (dapur) yang sempit atapnya dan luas bagian bawahnya, menyala api, dan bila meluap apinya naik orang-orang yang di dalamnya sehingga hampir keluar. Jika api itu padam, mereka kembali ke dasar. Lantas aku berkata, ‘Apa ini?’ Kedua orang itu berkata, ‘Mereka adalah orang-orang yang telah melakukan zina.” (Isi hadis tersebut  diringkas redaksinya. Hadis di ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

Di dalam kitab Dzamm ul-Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. dan Ibn Abbas r.a, keduanya berkata, Rasulullah saw. Berkhotbah, “Barang siapa yang memiliki kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita lantas dia melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan akan memasukkan dia ke dalam neraka. Barang siapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barang siapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan dibelenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan, barang siapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda, dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.”

‘Atha’ al-Khurasaniy berkata, “Sesungguhnya neraka Jahanam memiliki tujuh buah pintu. Yang paling menakutkan, paling panas, dan paling bisuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi para pezina yang melakukan perbuatan tersebut setelah mengetahui hukumnya.”

Dari Ghazwan ibn Jarir, dari ayahnya bahwa mereka berbicara kepada Ali ibn Abi Thalib mengenai beberapa perbuatan keji. Lantas Ali r.a. berkata kepada mereka, “Apakah kalian tahu perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Jalla Sya’nuhu?” Mereka berkata, “Wahai Amir al-Mukminin, semua bentuk zina adalah perbuatan keji di sisi Allah.” Ali r.a. berkata, “Akan tetapi, aku akan memberitahukan kepada kalian sebuah bentuk perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Tabaaraka wa Taala, yaitu seorang hamba berzina dengan istri tetangganya yang muslim. Dengan demikian, dia telah menjadi pezina dan merusak istri seorang lelaki muslim.” Kemudian, Ali r.a. berkata lagi, “Sesungguhnya akan dikirim kepada manusia sebuah aroma busuk pada hari kiamat, sehingga semua orang yang baik maupun orang yang buruk merasa tersiksa dengan bau tersebut. Bahkan, aroma itu melekat di setiap manusia, sehingga ada seseorang yang menyeru untuk memperdengarkan suaranya kepada semua manusia, “Apakah kalian tahu, bau apakah yang telah menyiksa penciuman kalian?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak mengetahuinya. Hanya saja yang paling mengherankan, bau tersebut sampai kepada masing-masing orang dari kita.” Lantas suara itu kembali terdengar, “Sesungguhnya itu adalah aroma alat kelamin para pezina yang menghadap Allah dengan membawa dosa zina dan belum sempat bertobat dari dosa tersebut.”

Bukankah banyak kejadian orang-orang yang berpacaran dan bercinta-cinta dengan orang yang telah berkeluarga? Jadi, pacaran tidak hanya mereka yang masih bujangan dan gadis, tetapi dari uisa akil balig hingga kakek nenek bisa berbuat seperti yang diancam oleh hukuman Allah tersebut di atas. Hanya saja, yang umum kelihatan melakukan pacaran adalah para remaja.

Dari dalil di atas sudah jelas bahwa pacaran tidak pernah diajarkan dalam Islam. Bagaimana dengan pacaran setelah menikah? Apakah istilah ini sesuai? Pacaran yang menjadi ajang coba-coba, apakah setelah menikah juga menjadi ajang percobaan?

Hubungan non mahram antara laki-laki dan perempuan dapat dilegalkan, dan dalam Islam diatur dengan proses pernikahan. Hal ini diakomodasi dalam lembaga perkawinan melalui sistem khitbah/lamaran dan pernikahan.

“Hai golongan pemuda, siapa di antara kamu yang mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih memelihara kemaluan. Tetapi, siapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengurangi syahwat.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darami).

Adapun pertanyaan bahwa cara mengetahui sifat calon pasangan adalah bisa tanya secara langsung dengan memakai pendamping (penengah) yang mahram. Atau, bisa melalui perantara, baik itu dari keluarga atau saudara kita sendiri ataupun dari orang lain yang dapat dipercaya. Hal ini berlaku bagi kedua belah pihak. Kemudian, bagi seorang laki-laki yang menyukai wanita yang hendak dinikahinya, sebelum dilangsungkan pernikahan, maka baginya diizinkan untuk melihat calon pasangannya untuk memantapkan hatinya dan agar tidak kecewa di kemudian hari.

“Apabila seseorang hendak meminang seorang wanita kemudian ia dapat melihat sebagian yang dikiranya dapat menarik untuk menikahinya, maka kerjakanlah.” (HR Abu Daud).

Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan sebagai persiapan seorang muslim apabila hendak melangsungkan pernikahan.

1. Memilih calon pasangan yang tepat.

2. Diproses melalui musyawarah dengan orang tua.

3. Melakukan salat istikharah.

4. Mempersiapkan nafkah lahir dan batin.

5. Mempelajari petunjuk agama tentang pernikahan.

6. Membaca sirah nabawiyah, khususnya yang menyangkut rumah tangga Rasulullah

saw.

7. Menyelesaikan persyaratan administratif sesui dengan peraturan daerah tempat

tinggal.

8. Melakukan khitbah/pinangan.

9. Memperbanyak taqarrub kepada Allah supaya memperoleh kelancaran.

10. Mempersiapkan walimah.

Hidup di dunia yang singkat ini kita siapkan untuk memperoleh kemenangan di hari akhirat kelak. Oleh karena itu, marilah kita mulai hidup ini dengan bersungguh- sungguh dan jangan bermain-main. Kita berusaha dan berdoa mengharap pertolongan Allah agar diberi kekuatan untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan- Nya. Semoga Allah menolong kita, amin.

Wallaahu a’lam

May 17, 2011 - Posted by | umum | ,

1 Comment »

  1. Trimakasih ,,membantu sekali penjelasan dan nasihatnya

    Comment by SAEFUL | July 2, 2015 | Reply


Leave a comment